Sabtu, 23 Agustus 2014

MENGAPA BUKAN AYAH SAJA YANG MENINGGAL?


MENGAPA BUKAN AYAH SAJA YANG MENINGGAL?

Saat itu Ia masih seorang bocah, dan masih duduk di bangku kelas 3 SD. Suatu kali ustadz di kelasnya memotivasi para siswa untuk menjaga shalat jamaah shubuh

Sang ustadz menyampaikan sebuah hadits tentang keutamaan shubuh berjamaah :
“Barangsiapa yang shalat isya` berjama’ah maka seolah-olah dia telah shalat malam selama separuh malam. Dan barangsiapa yang shalat shubuh berjamaah maka seolah-olah dia telah shalat seluruh malamnya.” (HR. Muslim no. 656)

Anak ini sangat terkesan dengan hadits tersebut dan segera menghafalnya dan ia bertekad untuk meng amalkannya.

Namun Bagi si anak, Shubuh merupakan sesuatu yg sulit bagi sang bocah. Namun sang bocah telah bertekad untuk menjalankan shalat shubuh di masjid lalu dgn cara bagaimana anak ini memulainya? Dibangunkan ayah? ibu? dengan alarm?…bukan!

Sang anak nekat tidak tidur semalaman lantaran takut bangun kesiangan, sehingga Semalaman anak ini begadang, hingga tatkala adzan shubuh berkumadang, iapun ingin segera keluar menuju masjid.
Tapi…tatkala ia membuka pintu rumahnya suasana sangat gelap, pekat, sunyi, senyap…membuat nyalinya menjadi ciut, rasa takut pun merasuki dirinya melihat malam yang kelam.

Apa yg ia lakukan kemudian? tatkala itu, sang bocah mendengar langkah kaki kecil dan pelan, dengan diiringi suara tongkat memukul tanah… Ya…ada kakek-kakek berjalan dengan tongkatnya
Sang bocah yakin, kakek itu sedang berjalan menuju masjid maka ia mengikuti di belakangnya, tanpa sepengetahuan sang kakek.

Begitupula cara ia pulang dari masjid, bocah ini pun mengikuti langkah kakek tersebut hingga melintasi rumahnya. Bocah itu menjadikan itu sebagai kebiasaan begadang malam, shalat shubuh mengikuti kakek2 yg melewati rumahnya, dan ia tidur setelah shubuh hingga menjelang sekolah.

Tak ada org tuanya yg tahu, selain hanya melihat sang bocah lebih banyak tidur di siang hari daripada bermain. Dan ini dilakukan sang bocah agar bisa begadang malam.

Hingga suatu kali…
Terdengar kabar olehnya, kakek2 itu meninggal sontak, si bocah menangis sesenggukan…. Sang ayah heran…”Mengapa kamu menangis, nak? Ia bukan kakekmu…bukan siapa-siapa kamu!”

Saat si ayah mengorek sebabnya, sang bocah justru berkata, “kenapa bukan ayah saja yang meninggal?”
“A’udzu billah…, kenapa kamu berbicara seperti itu?” kata sang ayah heran.

Si bocah berkata, “Mendingan ayah saja yg meninggal, karena ayah tidak pernah mebangunkan aku shalat Shubuh, dan mengajakkku ke masjid. Sementara kakek itu….setiap pagi saya bisa berjalan di belakangnya untuk shalat jamaah Shubuh.” ALLAHU AKBAR!

Menjadi kelu lidah sang ayah, hingga tak kuat menahan tangisnya. Kata-kata anak tersebut mampu merubah sikap dan pandangan sang ayah, hingga membuat sang ayah sadar sebagai pendidik dari anaknya, dan lebih dari itu sebagai hamba dari Pencipta-Nya yg semestinya taat menjalankan perintah-Nya.

Kini Sang ayah menjadi rajin shalat berjamaah karena dakwah dari anaknya…

“Rabbana hablanaa min azwaajina qurrata a’yun waj’alna lil muttaqiina imaama..”
Dari catatan diatas kita bisa menarik kesimpulan:
Seorang anak walaupun ia masih kecil akan mengikuti kata hati sesuai yang diinginkan, oleh karena itu jadilah "imam" bagi keluarga sebelum keluarga mengambil imam yang lain.....

Tidak ada komentar: